Malam ini saya browsing soal-soal ujian nasional bahasa Inggris SMP. Kebetulan, saya mempunyai pekerjaan sampingan sebagai guru privat bahasa Inggris. Bulan April nanti murid saya yang kelas 9 akan mengikuti ujian nasional. Jadi, sudah menjadi pekerjaan saya untuk berburu latihan-latihan soal ujian nasional di internet.
Saat, browsing soal-soal tersebut, sekilas bayangan masa lalu saat saya masih SMA terlintas. Itu adalah saat-saat dimana pelajaran eksakta menjadi momok bagi saya. Kebetulan saya bukan termasuk golongan yang pandai dalam pelajaran Fisika, Kimia, dan Matematika. Entah itu karena saya malas, atau karena otak kanan saya yang lebih berkembang dibanding otak kiri. Saat saya SMA, pada jam-jam pelajaran eksakta, yang saya tunggu hanya satu, bel pergantian jam pelajaran, atau bel istirahat. Seringkali saya tertangkap basah sedang keasyikan sendiri menggambar dan menghias buku catatan saya di saat yang lain sibuk memeras otak untuk memecahkan soal. Sebenarnya kalau boleh memilih, saya ingin sekali skip jam-jam pelajaran tersebut. Saat itu saya pikir itu tidak ada gunanya bagi saya. Toh di masa depan saya tidak mau berurusan dengan sin, cos, tangen; propana, metana, butana, maupun F = Gaya.
Jam-jam pelajaran eksakta bisa dibilang masa-masa menyebalkan dalam hidup saya. Belum lagi kebanyakan dari guru yang mengajar pelajaran Fisika, Kimia, dan Matematikan di saat itu selalu menyamaratakan kemampuan murid. Padahal karakteristik kemampuan murid beranekaragam. Belum lagi tipe pembelajarannya. Sebagian murid mungkin visual learner, sebagian lain mungkin audio learner, maupun pembelajar kinestetik. Yang paling menyebalkan, sebagian guru menjelaskan dan membahas penyelesaian soal dengan cara yang hanya bisa dipahami golongan anak-anak pintar saja. Saya masih ingat betul ada seorang guru Fisika yang menjelaskan penyelesaian soal hanya dengan mengetok papan tulis di bagian tulisan yang katanya mengarahkan ke penyelesaian soal. Hanya dengan 3 kali ketok, para anak pintar eksakta langsung manggut-manggut tanda mengerti. Sementara, anak-anak yang biasa-biasa saja bahkan yang kurang pintar dalam pelajaran eksakta, hanya bisa bengong menatap papan tulis, tengok kanan-kiri, bertanya-tanya (itu kalau ada yang bersedia menjawab, yang jelas, yang menjawab bukan gurunya).
Sebagai jalan keluar dalam menghadapi susahnya pelajaran eksakta, biasanya guru-guru tersebut menawarkan jasa les privat di rumahnya kepada murid-murid. OK lah, mungkin ini tidak menyalahi aturan sekolah. Yang saya tidak habis pikir, kenapa sih kok beberapa guru ini pelit sekali dalam menjelaskan penyelesaian soal dengan lebih gamblang ketika di kelas. Mungkin bisa saja sebagian orang berpikir kalau hal ini dimaksudkan agar murid lebih mandiri dalam berusaha. Tapi entah kenapa, saya jadi memikirkan kemungkinan lain. Saya jadi berpikir bahwa ini salah satu trik mereka agar murid-murid yang kurang memahami pelajaran bisa memperoleh penjelasan yang sejelas-jelasnya bila murid-murid tersebut ikut les privat di rumah guru tersebut. Mungkin dalam hal ini saya bisa dibilang berburuk sangka. Tapi bagi saya, guru yang pelit dalam menjelaskan pelajaran di kelas tetap saja bukan guru yang menyenangkan. Yang jelas saya tidak mau menjadi guru seperti itu. : )