Rosaline's Zone

Rosaline's Zone
Feel free to wear hijab.

Minggu, 23 Desember 2012

About The Olsen Twins










       OK. Many people might hate the Olsen twins. Some argue that the twins both have weird fashion style. Some others protested them because animal fur is one of the twin's clothing choice. Mary-Kate's eating disorder some years ago might be catastrophe for her but to some people this seems to be a justification that the twins are not that amazing. However, I am not one of the people who hate them. I could say some parts of them represent my beliefs and values as a woman. To me they are adorable twins regardless their flaw.   
      I used to watch the sitcom, Full House, as a kid and I can tell you that I love the sitcom. The twins share one role of Michelle Tanner, the youngest kid in the family in the story. As a matter of fact, I get to love the sitcom more when I have grown up into an adult. I downloaded the series from Youtube and I could enjoy watching the sitcom especially because of  the cuteness of the sassy Michelle Tanner played by both Mary-Kate and Ashley Olsen. And in my opinion, their acting was so great and natural although at that time they were just kids. I also used to like their sitcom entitled Two of a Kind. Since I watched Two of a Kind, I began to like all their movies and songs. These girls are my age and when I was a teenager, I always feel that I would like to have buddies like them. And I don't know why, since then, I'm obsessed to have twin daughters, I mean, when I have been a wife of a cool nice guy ; D  . 
      Mary-Kate and Ashley have been rich since they were toddlers due to their career success in showbiz. And they have their own fashion labels since they were kids. Their syle of fashion might be different or to some people it's weird (FYI, the style doesn't suit me anyway). Anyway, I love their confidence and toughness. What I see from them is that they just don't care whatever bad things people say about them and they go on to work and live their life. Not to mention, they always face it calmly and they have never overreacted in responding all of those blasphemies. I'm pretty sure that their life is hard. Of couse it's hard if you have become mass consumption for almost your whole life! (That's exactly what has happened to the twins up to these years). Besides, I love their sisterhood. I am a family person. These twins represent my value about family relationship. To me, there should be a strong bond among family members and the twins and their siblings represent it. I love it. 
       So, whatever people say about the twins, the twins will always be my inspirational figures due to their resistance in experiencing some scornful acts toward them. Yo go girls!


Sabtu, 17 November 2012

I miss you, Pa...

Saya selalu mengira bahwa di saat saya menikah nanti, papa sayalah yang menikahkan saya, yang menjabat tangan calon suami saya ketika mengucap ijab qabul pernikahan saya. Saya selalu mengira anak saya di masa datang bisa belajar melukis dengan eyangnya. Saya juga selalu mengira bahwa saya masih punya waktu yang panjang untuk menimba ilmu dari ayah saya. Tapi kenyataannya, waktu saya bersama ayah saya tidak sepanjang itu.
Ayah saya adalah seniman sejati. Beliau punya cita rasa tinggi dalam seni. Beliau selalu mengagumi keindahan. Saya ingat betul ayah saya selalu bertanya bagaimana proses pembuatan film animasi 3D. Pertanyaan itu selalu saya jawab dengan jawaban "Pake program komputer, Pa." Tapi sepertinya papa saya tidak pernah puas dengan jawaban itu. Setiap kali kami menyaksikan film animasi, papa saya selalu menanyakan hal yang sama dan memperoleh jawaban yang sama dari saya. Saya pikir, kalau papa dilahirkan di masa sekarang ini, bisa saja beliau jadi animator handal. Tapi papa lahir tahun 1946 dan tidak akrab dengan komputer. Papa lebih akrab dengan kuas dan kanvas. Lagipula papa tidak punya waktu untuk belajar komputer karena papa selalu sibuk dengan pekerjaan dan selalu di bawah tekanan tenggat waktu dalam menyelesaikan lukisan. Saya kadang merasa sedih saat mengingat papa yang hampir tidak punya waktu untuk melukis sesuai keinginannya. Bukankan seorang seniman butuh waktu tersendiri untuk melukis sesuai imajinasinya tanpa ada kaitan dengan bisnis? Tapi papa saya lebih memilih terikat dengan bisnis karena beliau memahami realita. Dia punya keluarga. Dia sama sekali bukan seniman egois yang melakukan apapun atas nama seni bahkan sampai menelantarkan keluarganya. Bagi saya, Papa adalah seorang seniman dan pejuang sejati yang selalu menginspirasi. I miss you so much, Pa ...

Minggu, 28 Oktober 2012

The Climb lyrics

The Climb


Miley Cyrus
Songwriters: Alexander, J; Mabe, J



I can almost see it
That dream I am dreaming
But there's a voice inside my head saying
"You'll never reach it"

Every step I'm taking
Every move I make feels
Lost with no direction
My faith is shaking

But I gotta keep trying
Gotta keep my head held high

There's always gonna be another mountain
I'm always gonna wanna make it move
Always gonna be a uphill battle
Sometimes I'm gonna have to lose

Ain't about how fast I get there
Ain't about what's waiting on the other side
It's the climb

The struggles I'm facing
The chances I'm taking
Sometimes might knock me down
But no, I'm not breaking

I may not know it
But these are the moments that
I'm gonna remember most, yeah
Just gotta keep going

And I, I got to be strong
Just keep pushing on

'Cause there's always gonna be another mountain
I'm always gonna wanna make it move
Always gonna be a uphill battle
Sometimes I'm gonna have to lose

Ain't about how fast I get there
Ain't about what's waiting on the other side
It's the climb, yeah!

There's always gonna be another mountain
I'm always gonna wanna make it move
Always gonna be an uphill battle
Somebody's gonna have to lose

Ain't about how fast I get there
Ain't about what's waiting on the other side
It's the climb, yeah!

Keep on moving, keep climbing
Keep the faith, baby
It's all about, it's all about the climb
Keep the faith, keep your faith, whoa

Jumat, 05 Oktober 2012



If You Only Knew - Gil Ofarim feat The Moffatts

Watch the video: http://www.youtube.com/watch?v=-zQXB7lsaAA&feature=related




I'd give you everything,anything,If you would be mine.I'd give the stars above,And all my love,How can you be so blind?So blind?I'm going out of my mind,All the time,For you,Yes it's true.If you only knew,That I'm crazy for you,Then you'd understand.If I only knew,What you're goin' through,Then I'd understand.Now I know that I,Have no chance,Oh to make you mine.If I own the world,Would you be my girl,How can you be so blind?

Selasa, 18 September 2012

My father is my hero ...



No words can precisely express what my papa had given to me in my life. But I want to tell a little bit about it. My papa was an inspiration, a role model of survivor. He taught me to be tougher with his own way. He made me learn that being a girl doesn't mean I can't be tough. Thank you, Papa... for everything ...



Minggu, 12 Agustus 2012

Poor Little Kitten...

Saya baru saja beranjak dari tempat tidur saya. Sebenarnya sudah sejak satu setengah jam yang lalu saya sudah siap untuk tidur, tapi entah kenapa susah sekali untuk terlelap. kebetulan saya mengidap insomnia meskipun bukan yang tingkat parah. Kesimpulannya, tidak bisa terlelap dengan mudah bukan hal baru buat saya. Saat berusaha untuk tidur begitu pikiran saya biasanya melayang ke mana-mana, dari hal yang sepele sampai ke hal yang rumit. Dari hal yang membahagiakan sampai ke hal yang memilukan (Ini kenapa jadi ngelantur kemana-mana nulisnya).. Malam ini pikiran melayang ke hal yang memilukan. Bukan tentang urusan cinta, bukan urusan pekerjaan, apalagi urusan keuangan. Kali ini saya kepikiran kucing kecil yang beberapa hari mati di rumah saya.
Kucing kecil itu sebenarnya bukan kucing saya. Kebetulan mama paling anti kalo ada yang memelihara kucing di rumah. Kalo ada kucing kampung mampir sih mama nggak keberatan, itung-itung buat ngusir tikus. Tapi kalo ada yang punya keinginan memelihara kucing itu, jangan harap mama akan kasih izin. Belum diangkat resmi jadi kucing rumah aja mama uda sering ngomel-ngomel, apalagi kalo kucing itu disahkan jadi kucing piaraan di rumah. Nggak enak ngebayanginnya.
Si kucing kecil ini sebenarnya anak dari kucing abu-abu yang suka maen ke rumah yang merupakan anak dari kucing item yang dulu juga suka main ke rumah. Jadi kucing kecil ini adalah cucu dari si kucing item. Si kucing abu-abu ini ditinggalkan oleh si kucing item sebatangkara di rumahku. Si ibu kucing ini memang benar-benar nggak bertanggung jawab! Tadinya si kucing abu-abu punya sodara cowok. Tapi suatu hari sodaranya itu pergi n nggak balik-balik. Alhasil si kucing abu-abu sukses jadi sebatang kara tanpa ibu tanpa ayah dan tanpa sodara. Di rumahku status si abu-abu ini juga nanggung. Dia suka dikasih makan, tapi juga nggak dianggap sebagai kucing piaraan. Tapi berhubung suka dikasih makan, tentu aja si abu-abu ini kepedean nganggep rumahku adalah rumahnya. 
Bulan demi bulan berganti, dan akhirnya si abu-abu jadi kucing ABG. Dia mulai sering kelayapan. Sampai akhirnya orang rumah menyadari kalo perut si abu-abu ini membuncit. Idih! Ternyata ni kucing hamil. Entah siapa eh yang mana kucing yang harus bertanggungjawab atas kehamilannya. Beberapa waktu berselang dan si abu-abu dengan sukses melahirkan keempat anaknya. Dua anaknya berwarna cokelat muda kekuningan, yang satu berwarna abu-abu persis induknya, dan yang satu lagi berwarna item bahan sampe mukanya juga item. Si induk dengan pede-nya selama tiga minggu menduduki wilayah jajahannya yang nggak lain dan nggak bukan adalah di bawah meja kerja tanteku di ruang menjahit. Kebetulan di bawah meja itu ada karung yang isinya kain-kain jadi dengan sukacitanya si abu-abu mendapatkan kamar gratisan meskipun sebenernya orang serumah nggak ikhlas tapi juga nggak tega untuk mengusirnya. Selama tiga minggu dia menempati 'kamar'nya itu. Karena wilayah jajahannya itu terletak di bagian dalam rumah, dan kebetulan pintu yang menuju ke halaman belakang rumah tiap malam ditutup, tak jarang malam-malam saya membukakan si induk untuk masuk ke dalam rumah demi menyusui anak-anaknya. Kalau siang hari, si induk tentu saja mendapat akses dengan mudah untuk masuk ke wilayah jajahannya karena pintu yang menuju halaman belakang itu terbuka.  
Setelah tiga minggu, barulah orang-orang rumah mulai resah dan tidak nyaman akan keberadaan si abu-abu and the family di dalam rumah. Itu karena ketika saya melongokkan kepala ke bawah meja dan membuka karung yang berisi anak-anaknya... hedew... baunya minta ampun. Karena itu, demi menjaga kebersihan dan mencegah timbulnya kuman penyakit, anak-anak si abu-abu aku pindahkan satu persatu ke bagian belakang rumah. menurut saya dalam usia tiga minggu paling tidak bayi-bayi kucing itu sudah lebih kuat untuk menghadapi dunia yang sesungguhnya. tentu saja si abu-abu pada awalnya kebingungan dan bermaksud membawa kembali anak-anaknya ke wilayah jajahannya. Itu terbukti ketika dia dengan sukses membawa satu anaknya ke kolong meja lagi. Tapi tentu saja saya tidak kehabisan akal. Saya siapkan sebuah keranjang plastik yang saya gulingkan dan saya taruh kain-kain di dalamnya lalu saya letakkan bayi-bayi kucing itu di dalam keranjang plastik tersebut berikut induknya. Si induk sempat merasa tidak nyaman ketika pertama kali menempati keranjang itu. berulang kali dia mengeong protes dan berusaha ke sana kemari mencari tempat baru untuk anak-anaknya. tapi akhirnya saya menang. Mau tidak mau dia masuk ke keranjang plastik, menjilati anak-anaknya, dan menyusui anak-anaknya dalam diam. Mungkin jauh di lubuk hatinya yang paling dalam dia ngomel-ngomel karena privilegenya dicabut.
Satu bulan berlalu dan anak-anak kucing itu mulai bisa berjalan ke sana kemari meski dengan kaki yang belum terlalu kuat menopang tubuhnya. Si kembar cokelat tumbuh dengan sehat dan ukuran tubuh mereka jauh melampaui kedua sodaranya yang lain. Si abu-abu kecil bertubuh kecil tapi lincah. Si item juga bertubuh kecil dan suaranya paling lantang. Karena saya sangat sibuk, saya hanya kadang-kadang saja melihat kucing-kucing itu di halaman belakang rumah. Bahkan saya tidak tahu jenis kelamin mereka masing-masing. Toh mereka bukan kucing saya. 
Suatu malam sepulang dari mengajar, tepatnya beberapa hari yang lalu tante saya bilang kalau si item nggak mau makan bahkan tidak mau menyusu induknya. Dan sekarang si item tergolek tidak berdaya entah masih hidup atau sudah mati. Meskipun si item bukan kucing saya, perasaan saya tetap saja tergelitik untuk mengetahui keadaanya. Kucing sekecil itu tentu saja harus makan karena kondisi tubuhnya kan masih lemah, pikir saya saat itu. Saya hampiri si item dan memeriksa apakah dia masih bernafas atau tidak. Saya lihat, bagian perutnya masih bergerak naik turun. itu tandanya dia masih hidup. aya perhatikan, tubuhnya paling kurus diantara sodara-sodaranya. Bulunya belum seluruhnya tumbuh jadi di bagian perut nampak jelas kulitnya yang tanpa bulu. Malam itu, saya perhatikan badan si item gemetar. Saya bingung harus berbuat apa.  Akhirnya saya putuskan untuk membawa si induk ke dekatnya agar dia mau minum susu induknya. ternyata si item terlalu lemah untuk itu. Induknya dengan oon-nya pasrah aku gulingkan ke sana kemari demi mengatur posisi agar si item mau minum susu si induk Tapi semua usahaku sia-sia. Si induk malah dengan pede-nya bermain akrobat dengan ketiga anaknya yang lain sementara si item berusaha berdiri tapi tidak bisa karena badannya terlalu lemah. saat itu saya lihat badan si item menggigil. Saya benar-benar tidak tega melihatnya. Akhirnya saya berusaha memberi minum si item dengan air putih dengan meneteskan ke mulut kecilnya yang susah terbuka. Si item meminum air yang saya teteskan tersebut meski mungkin sangat sedikit sekali terbukti dengan basah kuyupnya muka si item karena tetesan-tetesan air yang tidak sampai ke mulutnya. Saya keringkan bagian badan si item yang terkena air dengan kain. Usaha saya tidak sampai di situ. Saya pikir saya sok tahu sekali saat itu. Saya pikir si item hanya masuk angin, jadi saya beri dia minyak kayu putih dengan cara membubuhkan minyak kayu putih ke cotton bud dan saya tempelkan ujung cotton bud ke hidung si item. Beberapa detik kemudian malah si item mengerang-ngerang. Mungkin kepanasan. Saya jadi merasa bersalah. Saya lap bagian hidungnya dengan kain yang agak basah. Akhirnya dia tenang kembali. Saya menidurkannya di atas kain dan menyelimutinya dengan kain itu pula. Saya tidak tahu harus berbuat apa lagi. Akhirnya saya pasrah, meninggalkan si item di halaman belakang rumah, lalu masuk kamar dan melakukan aktivitas saya. 
Esok harinya ketika saya bangun, tante saya mengabarkan bahwa si item sudah mati kaku. Saya cuma bisa menanggapinya dengan mengangguk pasrah. Saya juga tidak ada keinginan untuk melihatnya terakhir kali. Itu karena saya tidak ingin semakin dipenuhi rasa bersalah. Sebenarnya saya bisa saja membawanya ke dokter hewan malam sebelumnya. Tapi itu tidak saya lakukan. Selain karena malam sudah larut, siapa juga yang mau mengantar saya ke dokter hewan? Dan apakah ada dokter hewan yang buka praktek sampai larut  malam. begitu banyak alasan dan excuse yang bisa saya sampaikan tapi entah kenapa malam ini saya kembali sedih mengingat si item. kematian memang takdir. Tapi apakah kalau saya membawa si item ke dokter hewan ceritanya akan berbeda? Wallahu alam...
Malam ini perasaan bersalah itu berkecamuk dalam hati saya. Terus terang saja saya sampai menangis. Saya juga tidak tahu apakah memang saya hanya sedang sensitif saja. Tapi sampai sekarang bayangan si item yang menggigil membuat saya berpikir bahwa paling tidak seharusnya ada yang bisa saya lakukan untuk menyelamatkannya. May you rest in peace little kitten...

Sabtu, 02 Juni 2012

A Mass Hypocrisy



"O Mankind! We have created you from a male and female, and made you into nations and tribes, that you may know one another. Verily, the most honorable of you in the sight of Allah is he who has most taqwa among of you. Verily, Allah is All-Knowing, All-Aware." 

-Al Qur'an, Al Hujurat verse 13



"The color-blindness of the Muslim world's religious society and the color-blindness of the Muslim world's human society; these two influences had each day been making a greater impact and an increasing persuasion against my previous way of thinking...

There were tens of thousands of pilgrims, from all over the world. They were of all colors, from blue- eyed blonds to black-skinned Africans. But we were all participating in the same ritual. Displaying a spirit of unity and brotherhood that my experiences in America led me to believe never could exist between the white and the non-white."

- Hajj Malik (Malcolm X)



“We hold these truths to be self evident: that all men are created equal; ..."

-Thomas Jefferson - the Declaration of Independence



What is equality in our world today? Most people believe that equality among people is good. As a muslim, I myself believe that equality is good as Islam doesn't distinguish people in regard to races, wealth, fame, authority, heredity, among others. Malcolm X and Thomas Jefferson seemed going along with the idea. So did the late American president, Abraham Lincoln, who struggled to abolish slavery in 19th century. 
However, has equality among people been achieved today? I dare to say that the concept of equality among people is merely a discourse.
I guess all humans want to be respected. Nobody wants to be looked down I reckon. I consider it is good if a person is respected because of his or her good deed or virtue. However, some people are too obsessed to be respected. Many descendants of noble family in Indonesia remain using their title in their name. I don't even know why they still use it as Indonesia is a republic country now and aristocrachy is an old story in this country. The other thing that makes me wonder is the use of "Haji" (usually written H. ) title attached in the name of a person who has done the islamic pilgrimage to Mekkah.What do they attach the title for? Is it for respect? And I wonder about how those people view equality among people. 
Many people has vision to create equality among people but what they do is keeping the social gap and inequality and making them bigger and bigger. Can we call it 'mass hypocricy'?

  












Selasa, 27 Maret 2012

"Imagination is more important than knowledge." -Albert Einstein-

I am a person who lives with imagination. Yeah, I know, maybe some people think that it's childish or anything like that. Since I was a kid, I have my own world in my mind. The world in my mind is my neverland. You know that Peter Pan has Neverland. I also have my Neverland in my mind. I can do and get whatever I want in my Neverland. Sometimes I want to tell everything about my neverland through picture or literary work. But the burden in the crazy busy world seems controlling me. Life in reality is sometimes so hard. I sometimes have no time to express everything in my neverland in the form of work. I really really want to be an author. I want to write something I keep in my mind. And I want those whom I love know what I think about the world in reality. I also want them to know about the world in my neverland. I want to create a work which tells something wonderful and even plausible. I can tell that I am the one who believes that imagination is more important than knowledge. That's a quote from Albert Einstein. And I agree with that. : )

Rabu, 07 Maret 2012

My Prince is him...

My prince is him who believes in Allah, The One and Only God.
My prince is him who talks to me kindly and never treats me badly.
My prince is him whose eyes are like morning dew and smile is like summer breeze.
My prince is him who earns enough and spends wisely.
My prince is him who befriends the sky above and the flowing clouds.
My prince is him who never says "I give up" but rather "I'll try."
My prince is him who chases the dancing clock.
My prince is him who sees everything in some ways.
My prince is him who consoles my soul.
My prince is him who makes me always want to say "I love you."

Rabu, 29 Februari 2012

Guru Pelit Info, Melatih Murid Agar Mandiri, atau Hanya Trik Saja?

Malam ini saya browsing soal-soal ujian nasional bahasa Inggris SMP. Kebetulan, saya mempunyai pekerjaan sampingan sebagai guru privat bahasa Inggris. Bulan April nanti murid saya yang kelas 9 akan mengikuti ujian nasional. Jadi, sudah menjadi pekerjaan saya untuk berburu latihan-latihan soal ujian nasional di internet. 
Saat, browsing soal-soal tersebut, sekilas bayangan masa lalu saat saya masih SMA terlintas. Itu adalah saat-saat dimana pelajaran eksakta menjadi momok bagi saya. Kebetulan saya bukan termasuk golongan yang pandai dalam pelajaran Fisika, Kimia, dan Matematika. Entah itu karena saya malas, atau karena otak kanan saya yang lebih berkembang dibanding otak kiri. Saat saya SMA, pada jam-jam pelajaran eksakta, yang saya tunggu hanya satu, bel pergantian jam pelajaran, atau bel istirahat. Seringkali saya tertangkap basah sedang keasyikan sendiri menggambar dan menghias buku catatan saya di saat yang lain sibuk memeras otak untuk memecahkan soal. Sebenarnya kalau boleh memilih, saya ingin sekali skip jam-jam pelajaran tersebut. Saat itu saya pikir itu tidak ada gunanya bagi saya. Toh di masa depan saya tidak mau berurusan dengan sin, cos, tangen; propana, metana, butana, maupun F = Gaya. 
Jam-jam pelajaran eksakta bisa dibilang masa-masa menyebalkan dalam hidup saya. Belum lagi kebanyakan dari guru yang mengajar pelajaran Fisika, Kimia, dan Matematikan di saat itu selalu menyamaratakan kemampuan murid. Padahal karakteristik kemampuan murid beranekaragam. Belum lagi tipe pembelajarannya. Sebagian murid mungkin visual learner, sebagian lain mungkin audio learner, maupun pembelajar kinestetik. Yang paling menyebalkan, sebagian guru menjelaskan dan membahas penyelesaian soal dengan cara yang hanya bisa dipahami golongan anak-anak pintar saja. Saya masih ingat betul ada seorang guru Fisika yang menjelaskan penyelesaian soal hanya dengan mengetok papan tulis di bagian tulisan yang katanya mengarahkan ke penyelesaian soal. Hanya dengan 3 kali ketok, para anak pintar eksakta langsung manggut-manggut tanda mengerti. Sementara, anak-anak yang biasa-biasa saja bahkan yang kurang pintar dalam pelajaran eksakta, hanya bisa bengong menatap papan tulis, tengok kanan-kiri, bertanya-tanya (itu kalau ada yang bersedia menjawab, yang jelas, yang menjawab bukan gurunya). 
Sebagai jalan keluar dalam menghadapi susahnya pelajaran eksakta, biasanya guru-guru tersebut menawarkan jasa les privat di rumahnya kepada murid-murid. OK lah, mungkin ini tidak menyalahi aturan sekolah. Yang saya tidak habis pikir, kenapa sih kok beberapa guru ini pelit sekali dalam menjelaskan penyelesaian soal dengan lebih gamblang ketika di kelas. Mungkin bisa saja sebagian orang berpikir kalau hal ini dimaksudkan agar murid lebih mandiri dalam berusaha. Tapi entah kenapa, saya jadi memikirkan kemungkinan lain. Saya jadi berpikir bahwa ini salah satu trik mereka agar murid-murid yang kurang memahami pelajaran bisa memperoleh penjelasan yang sejelas-jelasnya bila murid-murid tersebut ikut les privat di rumah guru tersebut. Mungkin dalam hal ini saya bisa dibilang berburuk sangka. Tapi bagi saya, guru yang pelit dalam menjelaskan pelajaran di kelas tetap saja bukan guru yang menyenangkan. Yang jelas saya tidak mau menjadi guru seperti itu.  : )

Minggu, 19 Februari 2012

Are you a nerd? Yes I am, but not only that.

Beberapa orang mungkin akan keberatan kalau disebut kutu buku. Entah kenapa sebutan itu terdengar tidak keren terlebih lagi di kalangan anak muda. Entah bagaimana julukan itu selalu didentikkan dengan seseorang yang culun, berpakaian membosankan atau kuno, tidak pandai bergaul, pemalu, canggung atau kikuk, maupun tidak menarik. Dalam dunia barat, bahkan ada beberapa kata yang digunakan untuk menjuluki si kutu buku, diantaranya adalah bookworm, nerd, dan brain. Di Indonesia, pada masa lalu seseorang yang hobi membaca buku mungkin justru mendapat pandangan positif, bahkan dianggap memiliki kedudukan tinggi. Seorang guru pada masa lalu sangat dihormati karena pada saat itu jarang sekali orang yang bisa menjadi guru mengingat pekerjaan tersebut hanya dimiliki oleh orang-orang yang, tentunya, memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi dari orang kebanyakan. Pada masa lalu, "si kutu buku" kemungkinan besar tidak identik dengan kesan "tidak menarik". 
Bagaimanapun juga, segalanya memang selalu berubah. Demikian halnya dengan kebudayaan dan nilai-nilai yang ada di masyarakat kita. Film-film barat kemungkinan memiliki andil besar dalam menanamkan image negatif mengenai "si kutu buku". Di film-film barat seringkali "si kutu buku" digambarkan begitu ekstrim. Kacamata tebal, kemeja membosankan yang dikancingkan hingga kancing paling atas, dan tingkah laku yang serba gugup dan canggung selalu menjadi ciri khas si kutu buku. Dalam film-film barat, biasanya si nerd ini selalu tidak populer dan seringkali menjadi bulan-bulanan para murid yang populer (yang biasanya dari tim cheerleader dan tim football maupun basketball). Formula ini terus-menerus dipakai di dalam film barat dan entah bagaimana juga masuk ke dunia perfilman Indonesia. Film Ada Apa Dengan Cinta adalah salah satu dari film Indonesia yang menerapkan formula ini. Di dalam beberapa film, baik film barat maupun film Indonesia, tokoh si kutu buku ini kadang menjadi tokoh utama. Tapi tetap saja tokoh ini menjadi pihak yang lemah atau pihak yang menjadi korban. Entah bagaimana citra kutu buku selalu identik dengan sosok tak berdaya.
Dengan munculnya image negatif pada "kutu buku", banyak anak muda enggan disebut begitu. Bagi mereka. mengakui diri sebagai kutu buku sama halnya dengan mengakui bahwa dirinya bukan anak gaul, bukan anak populer, atau yang lebih menyedihkan, anak yang nggak asik diajak gaul. Bagaimanapun stigma kutu buku ini sudah melekat di kalangan masyarakat kita. 
Perihal suka membaca buku, saya sendiri sebenarnya sangat suka membaca buku. Mungkin orang lain akan berpendapat bahwa saya ini kutu buku. Saat saya remaja, mungkin disebut sebagai si kutu buku akan sangat mengganggu. Tapi di usia saya sekarang ini, terus terang  saya tidak peduli. Toh saya memang suka membaca. Toh pekerjaan saya sekarang ini menuntut saya untuk rajin membaca. Toh dengan membaca saya bisa tahu banyak hal, saya bisa menulis tentang banyak hal, saya bisa berbagi informasi dengan orang lain mengenai banyak hal. Lagipula suka membaca tidak ada hubungannya dengan kurang bergaul. Bagaimanapun itu tergantung pribadi seseorang. Kalau memang orang tersebut tidak suka bergaul, belum tentu juga dia sangat keranjingan membaca. Kalaupun saya bisa terlihat seperti nerd, di saat yang lain saya pun bisa jadi sosok shopping girl, the goth, ataupun art freak. Saya akui, semua itu ada dalam diri saya. Maka dari itu saya tidak peduli kalau orang mau mengkategorikan saya ke kelompok mana. Karena menurut saya karakter seseorang tidak bisa hanya menghasilkan satu image. Kalaupun hanya satu image yang nampak, itu bukan satu-satunya image yang ada dalam diri seseorang. Bagaimanapun juga image atau citra atas diri seseorang hanyalah apa yang ada di mindset kita mengenai orang tersebut, bukannya satu-satunya atau bahkan sama sekali bukan yang ada pada dirinya.



Rabu, 25 Januari 2012

Lagu saat jatuh cinta!

Ketika saya jatuh cinta, saya akan terus mendengarkan lagu ini sepanjang hari. Liriknya benar-benar mewakili suasana hati saya ketika saya jatuh cinta. Hentakan musiknya membuat saya semangat. \(^,^)/    Lewat lagu ini, menurut saya, trio Hanson sukses membuat atmosfer semangat, tergesa, bertanya-tanya, ragu, gelisah, bingung, tapi sekaligus bahagia, perasaan-perasaan campur aduk yang sedang dialami orang yang sedang jatuh cinta! Ini dia lirik lagu itu!


www.youtube.com/watch?v=EYsY5zopguE
www.azlyrics.com/lyrics/hanson/aminutewithoutyou.html


"A Minute Without You" (Hanson)

Well I woke up this morning
And the night had been so long
Seems that I had had my mind on you
Well the day, it has begun, and I can't get a minute,
can't get a minute without you
You're always on my mind, you're always in my head
And I can't live, I can't live another day without you
'Cause when the minutes seem like hours and the hours seem like days
Then a week goes by you know it takes my breath away
All the minutes in the world could never take your place
There's one-thousand-four-hundred-forty hours in my day
I've been trying to call you all day, 'cause I got so many things
that I want to say
I'm going crazy, 'cause all my thoughts are filled with you
There's got to be some way I can get through to you ohh
[Repeat Chorus]

I can't keep myself from thinking about you
It's because I love you, and I know that it's true, whoooa
I'll call it desperation, can't you see it in my eyes?
That I want be with you until the sun falls from the sky
[Repeat Chorus]

Selasa, 24 Januari 2012

We are muslims, we are family! : )

Tuesday, August 30, 2011 at 1:02am


 Saya seorang muslim. Mungkin saya seorang muslim yg belum memiliki pengetahuan yg luas tentang Islam, belum memiliki tingkat kealiman tinggi, tapi saya yakin sepenuhnya bahwa Islam itu benar. Sampai saat ini saya masih terus ingin mempelajari Islam dan berusaha agar bisa menjadi seorang muslim yang lebih baik. Tapi meski pengetahuan saya belum banyak, saya tetap ingin menyampaikan apa yang ada dalam pemikiran saya yang sejak dulu ingin saya share kepada rekan sesama muslim lainnya. 
Saat SMA, saya bersekolah di suatu sekolah negeri. Tentu saja suasana pluralis selalu ada di setiap sekolah negeri meskipun jumlah siswa yang beragama Islam tetap menjadi angka mayoritas. Menurut yang saya ingat, setiap organisasi keagamaan di sekolah saya, baik dari agama Islam maupun agama-agama selain Islam, sama-sama sangat aktif dalam menjalankan kegiatannya masing-masing. Tapi bukan itu fokus dari apa yang akan saya sampaikan di sini.
Di sekolah saya ini, ada wadah bagi siswa Islam yang biasa disebut MKI (Majelis Kerohanian Islam). Mereka yang aktif dalam majelis ini, biasanya memiliki ciri tertentu yang tampak jelas. Siswa laki-laki biasanya memakai celana yang panjangnya di atas mata kaki, dan sebisa mungkin tidak berkomunikasi secara langsung dengan siswa perempuan. Sedangkan siswa perempuan biasanya mengenakan jilbab yang lebar dan panjang, dan sebisa mungkin tidak berkomunikasi dengan siswa laki-laki. 
Yang saya heran, baik pada saat itu maupun sampai sekarang, banyak siswa yang notabene beragama Islam yang mencibir eksistensi mereka. Sering saya jumpai kawan-kawan saya yang beragama Islam mempermasalahkan sikap siswa-siswa MKI yang menunduk ketika berbicara dengan lawan jenisnya. Bahkan tidak jarang hal ini mereka jadikan bahan olok-olok meskipun itu tidak mereka katakan di depan pihak yang bersangkutan. Mungkin saya sendiri tidak memiliki paham keagamaan seperti anak-anak MKI tersebut. Tapi menurut saya, tidak sepantasnya hal tersebut menjadi suatu bahan olok-olok yang dapat merusak hubungan persaudaraan sesama muslim. Kalau bisa bertoleransi dengan teman yang berbeda agama dengan cara tidak saling mengolok atau merendahkan satu sama lain, kenapa tidak bisa bertoleransi dengan teman yang berbeda paham? Bukankan semua muslim itu bersaudara?
Sering sekali saya jumpai orang-orang yang mengaku berpikiran maju dan terbuka justru melakukan hal semacam ini. Mereka selalu mengedepankan toleransi beragama, tapi entah kenapa kalau dihadapkan dengan kawan seagamanya yang berbeda paham, mereka lupa akan apa yang mereka yakini tentang toleransi. Dalam Islam, toleransi antar umat beragama tentu saja juga diajarkan. Tapi tentu saja toleransi tersebut tetap harus berdasarkan hukum Islam. Sebagai misal, Islam melarang pernikahan dua orang yang berbeda agama. Kalau pernikahan itu tetap dilakukan, pernikahan itu tidak sah.
Entah kenapa banyak orang Islam 'modern' yang justru bersikap memusuhi orang Islam lain yang kebetulan berbeda paham. Kalau paham tersebut dianggap sebagai paham sesat, mungkin sikap tersebut beralasan karena paham yang sesat bisa jadi menyesatkan umat. Tapi Kalau paham tersebut masih sesuai ajaran Rosulullah dan tidak bertentangan dengan Al Qur'an dan Hadits, kenapa menjadi suatu masalah?
Tak jarang juga anak-anak MKI ini disebut sebagai teroris. Miris hati saya mendengar teman saya yang notabene seorang muslim mengucapkan ini. Teroris? Kenapa kata itu bisa-bisanya digunakan untuk menyebut seseorang yang tidak terbukti melakukan tindakan teror apapun dan seseorang tersebut jelas-jelas mengaku bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah?
Saat saya kuliah, saya menjumpai wadah bagi mahasiswa islam yang bernama SKI di kampus saya. Lagi-lagi, saya menjumpai kawan-kawan yang mencibir mahasiswa yang tergabung dalam organisasi ini. Karena saat SMA saya sudah sering menemukan fenomena semacam ini, saya sudah tidak kaget lagi. Tapi, jauh di lubuk hati saya, saya sangat menyayangkan kawan-kawan saya sesama muslim yang jelas-jelas mencibir saudara sesama muslimnya, apalagi sampai menyebut mereka teroris.

Lewat catatan ini saya cuma ingin mengeluarkan uneg-uneg saya. Catatan ini tidak dimaksudkan untuk memojokkan pihak tertentu. As we are muslims, we are family! : )





In My World




I open my eyes in this cold night
Staring at the ceiling all night long
Trying to think about what is right
Trying to seek what is wrong

Well,yes. I am contrary
I ruin many things with my rudeness
Perhaps my mind is full of hypocrisy
And sometimes I can be so heartless

I am sensitive
That's what I'll always gonna be
I am naive
That's what they always think of me

I look at the world of mine
It's not the same as the world of yours
It's not the same as the world of ours
It will be different like this for every mind

At this over night
I set my immature mind free
letting the frozen pond out of sight
and my own world will come to me

Surely, everyone will change
Everything won't always be the same
in 86,400 seconds  in a day 
Everyone will play in this game
in my world, in your world...







by Rosalina

February 8, 2011 03:27

Let's call it "A Picture of Unity in Diversity".



Saya sangat suka foto ini. Foto ini diambil setelah saya dan teman-teman seorganisasi selesai mementaskan drama pendek dalam rangka memperingati hari Kartini tahun 2009 di sebuah sekolah swasta di Solo. Lihat! Orang-orang di foto ini terdiri dari berbagai ras. Let's call it "A Picture of Unity in Diversity".

Lewat Seorang Teman, Allah Mengingatkan Saya

Beberapa saat lalu saya membuka account facebook saya. Di bagian samping kanan halaman, biasanya ada link Recommended Pages. Biasanya itu adalah page2 yang disukai oleh teman. Page2 itu bisa jadi olahraga kesukaan, penyanyi yang disukai, atau merk2 dagang terkenal. Kali ini yang muncul adalah page "walking". Iseng-iseng saya melirik siapa teman saya yang nge-like page tersebut. Hati saya benar-benar tersentuh karena teman yang nge-like page tersebut adalah teman saya yang pernah mengalami kecelakaan parah sehingga sampai sekarang jalannya pincang. Kecelakaan itu terjadi bertahun-tahun silam. Saya masih ingat benar bagaimana saya dan teman-teman saya berkumpul di rumah sakit untuk menjenguk teman saya yang mengalami kecelakaan itu. Dia dikenal sebagai orang yang ceria dan penuh semangat. Walaupun kadang bandel dan menjadi sasaran kemarahan guru, dia bukan anak yang bodoh dalam pelajaran. Kecelakaan yang menyebabkan kakinya pincang sepertinya juga tak mematahkan semangatnya. Saya sudah tidak tahu bagaimana kabar dia sekarang. Tapi saya yakin semangat itu masih ada pada diri teman saya itu. Semoga tetap seperti itu. Selalu. Bagaimanapun juga, lewat dia, Allah pasti menghendaki saya untuk bersyukur atas apa yang saya miliki. Saya memiliki kaki yang sehat yang bisa membawa saya pergi kemanapun yang saya inginkan. Setiap kali saya patah semangat, saya akan mengingat ini.

Senin, 23 Januari 2012

Phase of My Life


Masa dewasa adalah masa dimana seseorang dituntut untuk berpikir dan bertindak secara bijaksana dan bertanggungjawab. Paling tidak itulah pendapat saya bila ditanya apa itu masa dewasa.  Di sini saya tidak akan menjabarkan bagaimana seharusnya seseorang berperilaku maupun berpikir di saat dia memasuki masa dewasa. Saya justru ingin bercerita bagaimana dunia saya sebelum masa itu mendatangi saya dan bagaimana saya memasuki "pintu"-nya.
Sebagai anak bungsu dengan banyak saudara, terus terang saya agak manja apabila di rumah, meskipun saya bisa bertindak mandiri dan tidak manja apabila di luar rumah. Mungkin ini karena faktor kebiasaan saja. Bagaimanapun juga saya melalui masa kecil dengan bahagia meskipun saat itu saya adalah anak kecil cengeng yang kadang jadi korban keisengan kakak-kakaknya (Saya pasti juga akan menjahili adik saya seandainya saya punya adik. Saya rasa itu bagian dari ritual keluarga). Masa kecil saya penuh pengalaman indah. Bermain dengan anak tetangga, berkelahi, memanjat pohon, bersepeda kemanapun saya mau, dan tentunya juga bermain kemah-kemahan di bawah meja bersama kakak-kakak saya yang jumlahnya banyak itu. Saya merasa nyaman sekali di masa itu. Meskipun bukan termasuk anak yang cerewet dan mudah bergaul dengan siapa saja, saya menikmati masa kecil saya.
 Memasuki masa remaja, saya bertambah sangat-sangat-sangat bahagia. Perempuan jaman dulu mungkin akan malu ketika mendapat haid pertamanya. Ketika saya mendapat haid pertama saya, saya masih ingat betul ada perasaan bangga dalam diri saya. Seolah-olah saya bisa membuktikan "Hei! Aku sudah besar sekarang! Akhirnya aku sama seperti kakak2 perempuanku!". Jujur, saat itu saya bangga karena akhirnya saya bisa masuk "geng" kakak2 perempuan saya. Paling tidak akhirnya saya sedikit-sedikit mengetahui dunia mereka yang selama ini dirahasiakan dari saya. Haha.. dulu saya sering bertanya mengenai masalah kewanitaan pada kakak2 saya tapi mereka malah menjawab dengan tawa atau dengan jawaban2 yang "ngalor ngidul". Dalam penjelasan itu, sering muncul hal-hal aneh seperti "kapal superman" atau "roti Jepang". Mungkin mereka tidak tahu harus menjawab bagaimana jadi jawaban mereka jadi aneh begitu.
Awal masa remaja, tepatnya waktu SMP kelas 1, saya sangat suka nonton film seri Hollywood. Party of Five, Buffy the Vampire Slayers, Two of a Kind, Popular, Clueless, Sabrina the Teenage Witch, dll, pokoknya hampir semua saya tonton. MTV adalah channel wajib bagi saya, dan The Moffatts adalah idola saya. Saat itu dengan bangga saya katakan kalo saya adalah the biggest fan of Clint Moffat! Saat itu saya adalah seorang remaja yang mengikuti mainstream saat itu, yang hafal lagu "I want it that way" milik BSB di luar kepala, yang sudah sangat senang ketika seorang teman mengirimkan salam lewat surat ke MTV Most Wanted, yang tak pernah mau ketinggalan berita kalau ada lagu baru yang jadi hit. Sekarang saya tidak peduli bagaimana kabar terakhir dari Britney Spears atau apa top hits minggu ini. Buat saya semua itu sekarang adalah hal2 remeh yang tak perlu mendapat perhatian khusus. ; D
Pada masa ini juga tentu saja saya punya perasaan naksir atau simpati pada lawan jenis. Saya ingat betul saya memberikan julukan pada masing-masing cowok tampan di sekolah maupun pada cowok tetangga. Untuk cowok yang saya suka ketika saya SMP, saya menganugrahinya nama "Mr. Blue" tanpa diketahui olehnya. Alasannya adalah karena dia selalu memakai jaket biru putih dan tasnya biru. Kebetulan saya juga suka warna biru. Untuk cowok tetangga (Saya tidak mengenalnya. Dia itu bukan tetangga dekat saya), saya memberikan nama "Morning Boy", dengan alasan, saya selalu melihatnya di pagi hari saat dia berangkat ke sekolah. Hanya berpas-pasan dengan si Morning Boy itu saja sudah bisa membangkitkan semangat saya di pagi hari dan mood saya jadi ceria sekali. Lebih-lebih ketika tiba di sekolah dan saya melihat sosok Mr. Blue (meskipun hanya dari kejauhan). Saya akan sangat bahagia dan menceritakan itu pada teman se-geng saya dengan semangat '45. Saya sering menceritakan hal2 tidak penting seperti misalnya bahwa saya baru saja melihat Mr. Blue yang sangat keren berjalan menuju mushola dengan sarung hijaunya di pundak, atau. Mr. Blue kebagian tugas jaga koperasi dan saya sangat deg-degan ketika membeli permen di koperasi. Benar-benar gaya ABG sejati. Sampai sekarang si Mr. Blue ini masih tetap tampan. Bagaimanapun juga orang tampan meskipun bertambah umur tetap saja tampan. Semoga saja wanita yang dinikahinya nanti bukan tipe yang kelewat cemburuan. Haha...
Masa remaja bagi saya adalah masa terindah, masa yang penuh warna dan gejolak. Penuh dengan hal-hal konyol yang membuat saya tersenyum sendiri kalu mengingatnya. Indah... sangat indah...
Ketika akhirnya saya berada di ambang pintu kedewasaan, saya sempat takut memasukinya. Saya sempat terkena Peter Pan syndrom, dimana saya tidak mau memasuki pintu itu. Berbulan-bulan saya berpikir dan terus berpikir. Siapkah saya memasuki masa ini? Berulang kali hati kecil saya menjawab. Tidak, saya tidak siap. Tapi dorongan untuk memasuki pintu itu sedemian kuat sehingga saya tidak kuasa mengelak. Perlahan-lahan saya memasuki pintu itu. Mungkin saat ini saya baru berjalan beberapa langkah melalui pintu. Kadang saya ingin kembali keluar pintu. Tapi hukum alam menyeret kembali saya untuk memasuki pintu itu. Setiap saya ingin kembali keluar pintu, saya terus-menerus diseret untuk memasuki pintu itu. Akhirnya saya menyerah juga. Saya melihat teman-teman seusia saya juga memasuki pintu yang sama. Beberapa bahkan ada yang memasukinya dengan anggun tanpa penolakan. Jujur saya iri melihat mereka yang seperti itu. Dan sekarang, sampailah saya di sini. Saya sudah berada di dunia di balik pintu yang bernama "masa dewasa" atau "kedewasaan", terserah bagaimana anda menyebutnya. Memang ada hal-hal di luar pintu yang cukup berat untuk ditinggalkan. Tapi saya tahu, yang saya hadapi sekarang adalah hal-hal yang ada di balik pintu, hal-hal yang terserak di depan saya. Ada yang terlihat sangat jelas, ada yang masih tersembunyi dan tidak saya ketahui. Tapi saya tidak akan membiarkannya menjadi misteri. saya akan singkap semua itu satu persatu. Dan sepertinya, dunia di balik pintu ini jauh lebih luas dari yang bisa saya bayangkan. Anyway, I  have to move on!!! May Allah bless me.




Pada masa ini juga

Minggu, 22 Januari 2012

Friendship and Me



Semakin dewasa, semakin banyak pula orang-orang yang saya temui dalam hidup saya. Saya belajar untuk mengenal kepribadian berbagai macam orang. Dulu saya pikir saya bisa menerima berbagai macam orang dalam kehidupan saya. Tapi seiring berjalannya waktu, tanpa saya sadari, saya melakukan penyaringan atau bisa juga dianggap penyeleksian pada orang-orang yang bisa saya jadikan teman dan tidak. Waktu pikiran saya masih polos dan kelewat innocent, tepatnya ketika saya masih SD : ), saya biasanya tidak berpikir jauh untuk mempertimbangkan hal-hal dalam memilih teman. Waktu itu saya menjalani kehidupan sosial saya seperti aliran air. Kemana aliran air menuju, ke sanalah saya pergi.
Sejak SMP, saya mulai melakukan penyeleksian itu.  Terus terang, sejak SMP sampai kuliah pola pertemanan saya nge-geng. Saat SMP saya punya geng yg isinya cewe semua. Alhamdulillah kami semeua masih terus bersilaturahmi sampai sekarang, meskipun beberapa dari kami sudah jarang keep in touch. Dalam pola pertemanan nge-geng seperti itu biasanya memang ada kecenderungan lebih dekat dengan 1 atau 2 orang saja. Dan itu juga yang terjadi dengan saya. Meskipun sebenarnya kami berdelapan, hanya 2 orang saja yang saya rasa masih benar2 klik sampai sekarang. Bukan berarti ada konflik diantara saya dan teman2 yang lain. Hanya saja, mungkin kami sudah memiliki kehidupan kami sendiri, sudah ada orang-orang baru yang datang dalam kehidupan kami yang kami rasa lebih dekat. Saya menganggap ini sesuatu yang tidak aneh. Justru sangat alami.
Masa SMA saya tidak terlalu menarik bagi saya, kecuali saat saya masuk kelas 3 IPS 2, dimana saya bisa menemukan berbagai macam kepribadian unik yang dimiliki teman2 sekelas saya. Jujur, ini kelas terbaik yang saya pernah saya miliki selama saya SMA. Saat kelas 1 SMA, kelas saya tidak kompak. Anak2 di kelas ini bisa dibilang terbagi ke dalam 2 blok. Saya tak mau menyebut blok-blok tersebut di sini. Tapi yang jelas, sebenarnya saya tidak memilih ke blok manapun. Tapi entah kenapa saya jadi ikut terbawa ke dalam salah satu blok. Dan anehnya, cowok yang saya sukai saat saya SMP yang saat itu kebetulan sekelas dengan saya berada di blok lawan. Benar-benar lucu sebenarnya. Saat SMP saya selalu berharap bisa satu kelas dengannya (karena selama SMP saya tidak mengenalnya : p), tapi saat kelas 1 SMA dan saya akhirnya bisa sekelas dengannya, saya malah hampir tidak pernah bicara dengannya. Saat itu juga saya sadar kalau saya tidak punya harapan (Haha..: D ).
Naik ke kelas 2 SMA, suasana kelas saya malah semakin buruk. Kalau saat kelas 1 perpecahan terjadi karena perbedaan pandangan hidup, saat kelas 2 perpecahan itu timbul karena perseteruan antar geng cewe yang akhirnya mengimbas ke seluruh kelas sehingga atmosfer permusuhan pun tak terelakan. Belum lagi adanya beberapa cowok sombong dengan pemikiran dangkal yang menyebalkan. Saya masih ingat betul siapa-siapa mereka itu. Pada saat berada di kelas ini, terus terang saya tidak ambil bagian dengan geng-geng cewe tersebut. Saat istirahat, saya justru sering berkumpul dengan teman se-geng saya waktu SMP yang juga berada di sekolah yang sama meskipun berbeda kelas. Bagaimanapun juga saya tidak betah dengan suasana kelas yang penuh permusuhan. Meskipun demikian, saya pernah terlibat konflik (meskipun bukan konflik besar) dengan beberapa cowok sombong berpikiran dangkal di kelas ini. Saya tidak suka permusuhan. tetapi kalau ada orang yang tidak menghargai saya, tentu saja saya akan melawan. Itulah yang saya lakukan pada cowok2 sombong berpikiran dangkal di kelas itu. Saya melawan dengan tegas dengan berkata tegas pada mereka.
Kelas 3 adalah kelas terbaik yang saya miliki saat saya SMA, meskipun salah satu cowok sombong yang sekelas dengan saya di kelas 2 juga ada di kelas itu. Bagaimanapun juga, di kelas itu si cowok sombong jadi lebih pendiam. Saya hampir tidak pernah bicara dengannya selama kelas 3 itu. Saya juga tidak peduli.
Kelas yang saya miliki di tahun terakhir saya di SMA ini mungkin bukan kelas terbaik di sekolah saya saat itu. Tapi saya merasakan kenyamanan di kelas itu. Tidak ada permusuhan di antara kaum cewe. Memang ada beberapa konflik antar cowok, tapi itu tidak mempengaruhi kenyamanan yang saya rasakan di kelas tersebut. Kelas itu dipenuhi dengan orang-orang kreatif yang sebagian besar hiperaktif. Tapi yang saya tahu, sebagian besar dari mereka tipe orang yang solider dengan kawan dan berani mengungkapkan pendapat dan pemikirannya tanpa basa-basi. Keterbukaan itulah yang saya suka. Keterbukaan yang kadang memang meyinggung perasaan orang lain ; ) , tapi bagaimanapun itu ekspresi jujur mereka yang ceplas-ceplos.
Masa kuliah mungkin masa terindah dalam kehidupan sosial saya. Saya menemukan teman-teman yang jujur tanpa topeng kepalsuan. Kami bahkan seperti saudara. Kami sering mencela satu sama lain. Tapi justru itu yang semakin mendekatkan kami. Banyak sekali drama terjadi dalam persahabatan kami. Bahkan ada romansa yang melibatkan beberapa orang diantara kami. Pernah juga kami saling benci. Tapi karena kami sudah cukup lama mengenal kepribadian kami satu sama lain, apa lagi yang bisa dilakukan selain memaafkan?
Di saat masa kuliah ini, saya juga mengenal beberapa orang baru di sebuah event. Saya pikir saya bisa menemukan persahabatan dalam diri mereka. Kami bersenang-senang. Kami mengobrol, bercanda, pergi ke beberapa tempat bersama. Tapi saya sadar. Ada sesuatu yang terlambat saya pahami. Saya tidak bisa menjalin persahabatan sejati dengan mereka. Ada hal-hal yang semakin memperuncing perbedaan diantara kami. Saat itu saya benar-benar terpukul. Saya merasa seperti orang bodoh yang mengemis persahabatan dari mereka, terlebih lagi salah satu dari mereka yang saya anggap sudah sangat dekat dengan saya. Rasanya seperti dicampakkan. olehnya. Saat itu saya benar-benar membencinya. Tapi sekarang saya sadar. Tidak ada gunanya menaruh kebencian. Saya hapus kenyataan bahwa saya pernah mengira saya adalah sahabatnya. Saya terus mengingatkan pada diri saya sendiri bahwa saya masih punya banyak sekali sahabat yang sudah saya anggap seperti saudara saya. Saya sekarang justru lega tidak memiliki sahabat seperti itu. Karena dia ternyata tidak lebih baik dari cowok-cowok sombong berpikiran dangkal yang sekelas dengan saya saat saya kelas 2 SMA.
Sekarang saya sudah memasuki dunia kerja. Saya putuskan saya tidak mau nge-geng. Bagaimanapun juga pola nge-geng sangat tidak pas untuk lingkungan kerja. Saya menikmati hari-hari saya di kantor dengan berbaur dengan semua karyawan. Hubungan kedekatan saya dengan masing-masing karyawan memang bukan hubungan persahabatan yang kelewat dekat seperti saat saya kuliah. Bagaimanapun juga, saya menikmati kehidupan sosial saya di kantor.
Sepertinya yang harus saya pikirkan saat ini adalah menuju ke jenjang berikutnya, pernikahan. Hopefully, Allah  send someone the best for me.  ; )