Rosaline's Zone

Rosaline's Zone
Feel free to wear hijab.

Minggu, 22 Januari 2012

Friendship and Me



Semakin dewasa, semakin banyak pula orang-orang yang saya temui dalam hidup saya. Saya belajar untuk mengenal kepribadian berbagai macam orang. Dulu saya pikir saya bisa menerima berbagai macam orang dalam kehidupan saya. Tapi seiring berjalannya waktu, tanpa saya sadari, saya melakukan penyaringan atau bisa juga dianggap penyeleksian pada orang-orang yang bisa saya jadikan teman dan tidak. Waktu pikiran saya masih polos dan kelewat innocent, tepatnya ketika saya masih SD : ), saya biasanya tidak berpikir jauh untuk mempertimbangkan hal-hal dalam memilih teman. Waktu itu saya menjalani kehidupan sosial saya seperti aliran air. Kemana aliran air menuju, ke sanalah saya pergi.
Sejak SMP, saya mulai melakukan penyeleksian itu.  Terus terang, sejak SMP sampai kuliah pola pertemanan saya nge-geng. Saat SMP saya punya geng yg isinya cewe semua. Alhamdulillah kami semeua masih terus bersilaturahmi sampai sekarang, meskipun beberapa dari kami sudah jarang keep in touch. Dalam pola pertemanan nge-geng seperti itu biasanya memang ada kecenderungan lebih dekat dengan 1 atau 2 orang saja. Dan itu juga yang terjadi dengan saya. Meskipun sebenarnya kami berdelapan, hanya 2 orang saja yang saya rasa masih benar2 klik sampai sekarang. Bukan berarti ada konflik diantara saya dan teman2 yang lain. Hanya saja, mungkin kami sudah memiliki kehidupan kami sendiri, sudah ada orang-orang baru yang datang dalam kehidupan kami yang kami rasa lebih dekat. Saya menganggap ini sesuatu yang tidak aneh. Justru sangat alami.
Masa SMA saya tidak terlalu menarik bagi saya, kecuali saat saya masuk kelas 3 IPS 2, dimana saya bisa menemukan berbagai macam kepribadian unik yang dimiliki teman2 sekelas saya. Jujur, ini kelas terbaik yang saya pernah saya miliki selama saya SMA. Saat kelas 1 SMA, kelas saya tidak kompak. Anak2 di kelas ini bisa dibilang terbagi ke dalam 2 blok. Saya tak mau menyebut blok-blok tersebut di sini. Tapi yang jelas, sebenarnya saya tidak memilih ke blok manapun. Tapi entah kenapa saya jadi ikut terbawa ke dalam salah satu blok. Dan anehnya, cowok yang saya sukai saat saya SMP yang saat itu kebetulan sekelas dengan saya berada di blok lawan. Benar-benar lucu sebenarnya. Saat SMP saya selalu berharap bisa satu kelas dengannya (karena selama SMP saya tidak mengenalnya : p), tapi saat kelas 1 SMA dan saya akhirnya bisa sekelas dengannya, saya malah hampir tidak pernah bicara dengannya. Saat itu juga saya sadar kalau saya tidak punya harapan (Haha..: D ).
Naik ke kelas 2 SMA, suasana kelas saya malah semakin buruk. Kalau saat kelas 1 perpecahan terjadi karena perbedaan pandangan hidup, saat kelas 2 perpecahan itu timbul karena perseteruan antar geng cewe yang akhirnya mengimbas ke seluruh kelas sehingga atmosfer permusuhan pun tak terelakan. Belum lagi adanya beberapa cowok sombong dengan pemikiran dangkal yang menyebalkan. Saya masih ingat betul siapa-siapa mereka itu. Pada saat berada di kelas ini, terus terang saya tidak ambil bagian dengan geng-geng cewe tersebut. Saat istirahat, saya justru sering berkumpul dengan teman se-geng saya waktu SMP yang juga berada di sekolah yang sama meskipun berbeda kelas. Bagaimanapun juga saya tidak betah dengan suasana kelas yang penuh permusuhan. Meskipun demikian, saya pernah terlibat konflik (meskipun bukan konflik besar) dengan beberapa cowok sombong berpikiran dangkal di kelas ini. Saya tidak suka permusuhan. tetapi kalau ada orang yang tidak menghargai saya, tentu saja saya akan melawan. Itulah yang saya lakukan pada cowok2 sombong berpikiran dangkal di kelas itu. Saya melawan dengan tegas dengan berkata tegas pada mereka.
Kelas 3 adalah kelas terbaik yang saya miliki saat saya SMA, meskipun salah satu cowok sombong yang sekelas dengan saya di kelas 2 juga ada di kelas itu. Bagaimanapun juga, di kelas itu si cowok sombong jadi lebih pendiam. Saya hampir tidak pernah bicara dengannya selama kelas 3 itu. Saya juga tidak peduli.
Kelas yang saya miliki di tahun terakhir saya di SMA ini mungkin bukan kelas terbaik di sekolah saya saat itu. Tapi saya merasakan kenyamanan di kelas itu. Tidak ada permusuhan di antara kaum cewe. Memang ada beberapa konflik antar cowok, tapi itu tidak mempengaruhi kenyamanan yang saya rasakan di kelas tersebut. Kelas itu dipenuhi dengan orang-orang kreatif yang sebagian besar hiperaktif. Tapi yang saya tahu, sebagian besar dari mereka tipe orang yang solider dengan kawan dan berani mengungkapkan pendapat dan pemikirannya tanpa basa-basi. Keterbukaan itulah yang saya suka. Keterbukaan yang kadang memang meyinggung perasaan orang lain ; ) , tapi bagaimanapun itu ekspresi jujur mereka yang ceplas-ceplos.
Masa kuliah mungkin masa terindah dalam kehidupan sosial saya. Saya menemukan teman-teman yang jujur tanpa topeng kepalsuan. Kami bahkan seperti saudara. Kami sering mencela satu sama lain. Tapi justru itu yang semakin mendekatkan kami. Banyak sekali drama terjadi dalam persahabatan kami. Bahkan ada romansa yang melibatkan beberapa orang diantara kami. Pernah juga kami saling benci. Tapi karena kami sudah cukup lama mengenal kepribadian kami satu sama lain, apa lagi yang bisa dilakukan selain memaafkan?
Di saat masa kuliah ini, saya juga mengenal beberapa orang baru di sebuah event. Saya pikir saya bisa menemukan persahabatan dalam diri mereka. Kami bersenang-senang. Kami mengobrol, bercanda, pergi ke beberapa tempat bersama. Tapi saya sadar. Ada sesuatu yang terlambat saya pahami. Saya tidak bisa menjalin persahabatan sejati dengan mereka. Ada hal-hal yang semakin memperuncing perbedaan diantara kami. Saat itu saya benar-benar terpukul. Saya merasa seperti orang bodoh yang mengemis persahabatan dari mereka, terlebih lagi salah satu dari mereka yang saya anggap sudah sangat dekat dengan saya. Rasanya seperti dicampakkan. olehnya. Saat itu saya benar-benar membencinya. Tapi sekarang saya sadar. Tidak ada gunanya menaruh kebencian. Saya hapus kenyataan bahwa saya pernah mengira saya adalah sahabatnya. Saya terus mengingatkan pada diri saya sendiri bahwa saya masih punya banyak sekali sahabat yang sudah saya anggap seperti saudara saya. Saya sekarang justru lega tidak memiliki sahabat seperti itu. Karena dia ternyata tidak lebih baik dari cowok-cowok sombong berpikiran dangkal yang sekelas dengan saya saat saya kelas 2 SMA.
Sekarang saya sudah memasuki dunia kerja. Saya putuskan saya tidak mau nge-geng. Bagaimanapun juga pola nge-geng sangat tidak pas untuk lingkungan kerja. Saya menikmati hari-hari saya di kantor dengan berbaur dengan semua karyawan. Hubungan kedekatan saya dengan masing-masing karyawan memang bukan hubungan persahabatan yang kelewat dekat seperti saat saya kuliah. Bagaimanapun juga, saya menikmati kehidupan sosial saya di kantor.
Sepertinya yang harus saya pikirkan saat ini adalah menuju ke jenjang berikutnya, pernikahan. Hopefully, Allah  send someone the best for me.  ; )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar